Tujuan Hidup
(Cerpen)
Karya : Elif Dan Ana
Jeritan jangkrik memecah heningnya senja menuju malam. Ku nikmati suara-suara itu meski jeritannya terngiang di telinga. Tak lama terdengar suara yang tak asing memanggil namaku dari depan rumah, ya itulah suara Bapak. Ia menyuruhku membuatkan secangkir teh untuknya, segeralah ku beranjak menuju dapur. Setelah jadi ku berikan teh kepada Bapak yang sudah duduk di ruang tamu. "monggo Pak, teh e sampun dodos mang diunjuk ." Bapak menjawab sambil menerima secangkir teh yang aku buat " Nduk rene sik bapak meh ngomong, lungguho ning pinggire bapak kene" (sambil memegang tangan ku). Akupun menuruti perintahnya dan duduk disampingnya, tidak lama kemudian suara keluar perlahan-lahan dari mulut Bapak "Nduk, kamu sudah lulus SD, Bapak kepengin kamu lanjutke ning pondok pesantren kepriye menurutmu?" seketika aku terkejut mendengar ucapan Bapak. Timbulah gejolak dan sesak tiba-tiba yang ada dihatiku. Kini yang ada rasa tak suka dengan ajakan bapak, tapi aku tak kuasa juga untuk menolaknya. Dilain sisi aku sangat ingin sekolah di salah satu SMP Negeri yang ada didaerahku bersama dengan teman-teman SD ku. Aku dan sahabatku sudah berjanji bahwa kami akan tetap bersama-sama, tapi jika bapak sudah berkata, aku tidak bisa berbuat banyak.
Akupun hanya bisa menganggukan kepalaku dan tak bisa berkata apa-apa. Bapak tersenyum melihat aku menganggukan kepala tanda aku menyetujui permintaan bapak. Keesokan harinya saat sarapan bersama bapak berkata kepada ibu "Buk anakmu gelem mondok" ibu menjawab "allhamdullillah, semoga kamu jadi kembanggaan orang tua karo dadi bocah sing solehah ben iso nulungi wong tuamu ning akhirat". Aku bapak dan ibu serentak menjawab aamiin.
Tibalah dihari dimana aku akan berangkat ke pondok, meskipun berat hati aku tetap mencoba tersenyum kepada bapak. Begitu kami tiba dipondok pesantren dimana tempat itu begitu asing bagiku maupun orang-orang disitu yang tidak satupun aku kenal. Kemudian seseorang menghapiri dan menyapa kami dengan senyuman yang manis." bapak, ibu niki putrine bade mondok nggih? monggo niku tempat administrsi" ucap orang itu. Kamipun menuju tempat yang tadi diarahkan untuk menyelesaikan administrasi. Setelah mengurus administrasi bapak dan ibu bersiap meninggalkan ku. Tak lupa mengucapkan pesan padaku " nduk, bukan kami benci hingga menitipkan mu dipondok pesantren, bukan kami tak cinta padamu wahai anak tersayang. Kelak kau akan mengerti kenapa kau kami titipkan disini. Kami bangga melihatmu menangis saat kami hendak tinggal pulang. Selamat berjuan nduk, tersenyumlah nduk dan berbahagialah nduk kelah kau akan paham maksud kami." akupun menangis tersedu-sedu melihat kepergian bapak dan ibu.
Setelah cukup lama dipondok masalah mulai datang satu persatu, seperti apa kata orang-orang kalau pondok itu bagai penjara suci. Akupun mulai tidak kerasan karena sudah terlalu banyak masalah yang ku hadapi sampai yang terakhir ini yaitu masalah dengan teman dan tak sanggup lagi serta ditambah ketatnya aturan pondok membuat kebebasanku berkurang. Aku putus asa dan memutuska untuk kabur bersama dengan dua teman ku dari pesantren yang bernama Neli dan Firoh. Kami bersusah payah untuk kabur karena pengurus pondok mengetahuinya dan berusaha mengejar kami menggunakan sepeda motor. Kami terus berlari dan teman ku Firoh mengarahkan untuk lewat jalan sawah agar pengurus tidak bisa mengejar kita lagi "Neli, Fina ayo lewat sini" ujarnya. Sadar jika pengurus tidak bisa mengejar kami karena kami lewat sawah, tertawapun pecah diantara kami bertiga, kami tertawa puas karena pengurus pondok tidak berhasil mengejar kami. Perjalanan terus dilanjutnya, hingga satu jam kami menyusuri sawah tapi tidak menemukan jalan desa. "Fir, ini gimana kok kita tidak sampai-sampai, kamu tau jalan tidak sih." tanya Neli. "Bentar dong sabar, aku juga lupa-lupa inget nih jalanya." jawab Firoh, kemudian akupun ikut bertanya "jangan bilang kita tersesat di sawah, aduh... gimana dong ini sudah mulai sore, tidak mungkin kan kita di sawah sampai malam." Neli menganggut "wah kamu harus tanggung jawab, tidak mungkin kan kita kembali ke pondok." Firoh pun menjawabnya "Aduh gimana ya, kita jalan terus saja dulu siapa tau nanti ketemu orang yang masih di sawah." Dan ketika kami berada dalam perjalanan kami sempat bertemu ular yang ukurannya cukup lumayan, Kami berlari hingga sandal Firoh putus dan jatuhlah ia kedalam lumpur yang sepertinya akan ditanami padi. Aku dan Neli tertawa karena muka dan bajunya begitu kotor sehingga mukanya sudah seperti memedi sawah saja. Setelah kejadian itu kami melanjutkan perjalanan hingga menemukan jalan sempit yang berada di desa tersebut. Dari desa kami berjalan menuju jalan raya, disitulah kami akan berpisah. Aku berkata kepada kedua teman ku jika aku akan memutuskan untuk pulang kerumah begitu juga dengan temanku yang satunya yaitu Firoh akan tetapi tidak dengan Neli, karena dia takut untuk pulang jadi dia bilang mau ke indomart saja. Ntahlah aku tidak tau apa yang akan dia lakukan di sana.
Sesampainya aku dirumah, hatiku mulai merasa gelisah karena takut ibu dan bapak akan marah melihat aku kabur dari pondok, tapi aku berusaha tenang dan memberanikan diri untuk mengetuk pintu rumah,tok tok tok......(suara ketukan pintu) "Assalamualaikum... ibu" (ucapku sambil mengetuk pintu) lalu tiba-tiba keluar seseorang dari dalam rumah yang tidak lain ialah ibu dan bapak. Mereka terkejut melihat aku pulang, lalu bapakpun berkata "nduk, ngopo kog bali?" (tanya bapak dengan wajah penasaran) "kula mboten kerasan pak" jawabku. Aku menjelaskan panjang lebar apa yang aku rasakan selama di pondok dengan jujur dan siap menerima konsekuensi apapun. Bapak pun pergi meninggalkan ku tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dan itu bertanda bapak marah. Setelah itu ibu menyuruhku untuk masuk kekamar. Malamnya aku merenungi diri didalam kamar dan tidak lama kemudian seseorang mengetuk pintu kamarku yang tidak lain ialah bapak"nduk urung turu?" tanya bapak, mungkin amarah Bapak sudah meredam hingga mau berbicara padaku. "dereng pak" jawab ku, lalu bapak pun masuk kedalam kamarku dan duduk di sampingku "nduk... bapak ki ora nesu tapi bapak ki kecewa nduk"(ucap bapak)" maafin Fina pak, kulo sampun ngecewakaken bapak tapi nggih fina niku mboten betah ting pondok pak..."(jawabku)" bapak ngerti nduk, tapi iku ki ujian kanggo sampean, nak sampean kepengin sukses yo sampean kudu ikhtiar sik. Nduk... bapak ki pernah ngerungokno pengajian isine ki yho nduk, sopo wonge sing ndueni niatan kanggo ngapalake firman firman Allah yoiku Al Qur'an kuwi bisa nglebokke 10 wong termasuk wong tuwone ning suarga plus iso nganggoke mahkota kebesaran maring ibu bapake, opo sampean ora kepingin ngenei mahkota marang wong tua mu nduk? dadi kepengine bapak ki sampean mondok sing tenanan iso ngapalke Al Qur'an, opo sampean ora mesakke ibu bapak sing kerjo gawe mbiyayai sampean, panas tak tahan adem tak rasakke tapi sampean wis dipondokke malah ora tenanan, sampean ki tak pondokke ben ngerti ilmu agama ben sokane ki sampean ora getun nduk... nduk. Mendengar nasehat Bapak membuatku menangis dan menyadari akan kesalahanku. Aku membayangkan kelak kami akan berkumpul di surga dn kini sudah ada tekat dalam hati untuk memperbaiki kesalahan serta mewujudkan impian kedua orang tuaku.
Bapak mung iso nyemangati.bapak ki sayang karo Fina, dadine bapak kepengin sampean ki mondok meleh, kepriye gelem ora?" (nasehat bapak sambil membujuku untuk mondok lagi). bagaimana ya kalo aku ke pandok lagi nanti semua teman ku mengejekku, tapi itu tidak masalah yang penting aku bisa beruban mewujudkan impian bapak dan aku harus yakin bahwa aku bisa (ucap dalam hati sambil memutuskan) "nggih pak kula purun" (jawabku dengan mantap).
ke esokan harinya akupun diantar kembali ke pondok oleh kedua orang tuaku. Sesampainya disana ternyata temanku yakni Firoh yang ikut kabur bersamaku sudah menghadap pengurus pondok dan diantarkan juga oleh orang tuanya. Temanku satunya yaitu Neli ternyata juga sudah ada di pondok, ia tidak melanjutkan pulang kerumah karena bertemu dengan salah satu pengurus pondok di indomart. Sesudah menghadap pengurus bapak dan ibu bersiap meninggalkanku lagi, mereka berpesan" nduk ojo ngecewakake bapak karo ibu meneh, bapak percaya Fina kuwi iso nunjuke sing bapak karepke, lan saiki bapak tak bali disik, sing ati-ati ning kene yo nduk" (ucap bapak), "setelah kumendengar nasehat bapak rasanya hatiku sedih dan air mata mulai membasahi pipiku lalu seketika ibu mengusap air mataku yang terus membasahi pipi menggunakan tangannya, sambil berkata" wis nduk orasah nangis","nggih bu"(jawabku sambil mencium tangan kedua orang tuaku.
Segala rintangan yangku hadapi selama enam tahun dipondok akhirnya membuahkan hasil karena aku bisa mewujudkan impian kedua orang tuaku menjadi penghafal Al Qur'an. Pada hari ini akan menjadi hari yang istimewa sekaligus menyedihkan. Tuntas sudah pendidikanku di ponpes ini yang tadinya ku anggap sebagai penjara suci namun memberikan ku banyak arti. Bapak ibuku akan menghadiri acara akhirusanah dan salah satu kegiatannya adalah pemberian ijasah tahfidzul Quran. tangis haru pecah ketika aku mempersembahkan ijasah itu pada mereka. Akhirnya aku dapat mewujudkan impian dan cita-cita kedua orang tuaku tersebut.
Alhamdulillah,anak2 gemar mnulis,janfan bosan menulis,karena tulisanmu adalah ukiran sejarah hidupmu.Selamat Ananda sdh khatam Qurannya,dg jetih payah akhirnya selesai,barokalloh
BalasHapussemoga menginspirasi yabg lain,terus maju bersama Al Quran dn tulislah terus kisah2 selnjutnya.....selamat dn semangat ankku💪